Poststagged "lirik lagu si komo lewat tol" simpan pencarian ini tampilkan pencarian yang sudah disimpan Favorit Saya. Si Komo Lewat Tol Lirik lagu anak-anak Si Komo Lewat Tol. Hits 12070 . Lagu Si Komo Lewat Tol dinyanyikan oleh Kak Seto dan Melisa di mana mereka harus lewat jalan tol untuk mengatasi kemacetan.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sore ini, saat saya duduk santai di halaman rumah kontrakan sambil menikmati secangkir minuman teh hijau ditemani suasana sore yang cerah, tiba-tiba dari rumah tetangga terdengar sayup-sayup suara lagu diputar. Liriknya kurang lebih seperti ini “macet lagi macet lagi.. gara-gara si komo lewat...”. Ya, sebuah lagu anak-anak yang populer di era 90an lah yang diputar. Ternyata di dalamnya tersimpan makna-makna yg mungkin waktu saya kecil dulu belum saya mengerti. Si komo “main” dan jalan-jalan ke kota karena ingin melihat pembangunan merata. Sindiran bahwa pembangunan saat itu masih dipusatkan di ibu kota Jakarta yang memang sungguh luar biasa dibandingkan kota-kota lainnya. Sedangkan di akhir lagu diselipkan “macet-lagi macet lagi, lebih baik naik bis kota”. Sebuah himbauan agar masyarakat lebih menggunakan fasilitas transportasi umum dibanding mobil pribadi untuk mengurangi macet. Sekarang, lagu anak-anak dengan lirik khas usia mereka yang masih polos dan lugu itu sudah hampir tidak ada. Padahal di jaman saya kecil dulu, saya pernah merengek minta dibelikan kaset “Si Lumba-Lumba” nya Bondan Prakoso ke Bapak. Bahkan dulu ada lho acara musik khas anak-anak, seperti “tralala-trilili” yang dibawakan Agnes Monica, “Pelangi”, dan “Cilukba...!” nya Maissy Muuuuaaaach... Hehe. Mungkin saat ini anak-anak seumuran saya pada waktu itu merengeknya sudah beda. Mintanya kumpulan cd bajakan lagu-lagu “wali” atau “st12” dan ikut-ikutan menonton “Dahsyat” atau “Inbox”. Duh, sayang sekali jika otak dan jiwa mereka yang masih polos, tapi kemampuan otaknya melebihi “spons” yang mampu menyerap informasi dari luar dalam waktu singkat itu dijejali lirik-lirik dewasa yang memang seharusnya belum mampu mereka tangkap dengan benar. Pencipta lagu anak-anak jaman dulu yang paling menonjol adalah Papa T Bob, Kak Seto, dan Ibu Kasur. Entah, selepas beliau-beliau mundur dari dunia lagu anak-anak, sepertinya tidak ada yang meneruskan lagi perjuangan mereka untuk menghibur jiwa-jiwa polos si kecil. Atau karena sekarang target marketnya sudah tidak ada? Apakah anak-anak tidak mau mendengarkan lagu anak-anak lagi? Semoga saja tidak. Regenerasi. Ini yang seharusnya disadari sejak dulu. Tidak hanya dalam hal hiburan tapi juga masalah sosial lainnya. Anak-anak membutuhkan “rockstar” atau tokoh hebat yang bisa memacu mereka untuk meraih dan menjadi “sesuatu”. Orang-orang macam Pak Habibie, Susi Susanti, menjadi contoh pentingnya regenerasi. Orang-orang hebat, tidak bisa selamanya menjadi hebat. Karena berbagai alasan, seperti usia, keluarga, dan lain-lain prestasi itu lama-lama akan memudar. Para “rockstar” orang-orang yang saya istilahkan sebagai panutan, idola, seseorang yang prestasinya menginspirasi orang lain itu butuh pengganti untuk mengisi posisi mereka jika suatu saat kondisi mereka sudah tidak berada di puncak prestasi. Jika tidak maka akan seperti kondisi sekarang ini dimana kita hidup dalam bayang-bayang masa lalu, baik masalah sederhana seperti hiburan, sosial budaya, teknologi sampai ke politik yang rumit. Perhatikan saja, karena tidak ada lagi sinetron berkualitas, maka Si Doel Anak Sekolahan ditayangkan ulang, begitu juga kumpulan tayangan grup Warkop DKI yang mampu memberikan humor segar tapi berkelas, masiiiiiiih saja diputar di televisi. Seandainya kita punya penerus pencipta lagu anak-anak, tokoh cerdas berprestasi, atlit juara, sutradara yang tidak sekedar profit oriented dan penerus rockstar-rockstar terdahulu, kita tidak akan terus tenggelam dan memuja-muja prestasi masa lalu. Kadang geli juga kalau ada yang bercerita kejayaan angkatan perang kita jaman Soekarno atau bagaimana Indonesia jauh meninggalkan Malaysia dalam hal perkembangan ekonomi pada masa lalu dan juga prestasi Hindia Belanda yang pernah menembus piala dunia. Tapi ya itu tadi. Semua itu sudah tinggal sejarah. Itu semua masa lalu. Let bygones be bygones kalau kata pepatah barat. Sekarang saatnya menatap masa depan. Kalau kata Ustad Maulana ustad dengan ciri kas “jama'aaaaaaahh oh jama'aaaah, guru berhasil atau tidak, dilihat dari murid-muridnya, suami berhasil atau tidak, dilihat dari bagaimana istrinya dan orang tua berhasil atau tidaknya dilihat dari keadaan putra-putri nya. Anak-anak seharusnya menikmati lagu, membaca buku, menonton film, bermain dan beraktivitas layaknya anak-anak. Karena dari generasi merekalah akan muncul “rockstar” baru yang berprestasi. Di tangan mereka lah masa depan dibentuk. Hal ini tidak akan terjadi bila mereka tidak dididik dengan seharusnya, seperti disuguhi informasi yang bukan konsumsi anak-anak. Lucu sekaligus ironis, beberapa saat setelah lagu si komo tadi selesai diputar, ada anak tetangga lewat dengan teman sebayanya, sambil bernyanyi “ kennaaapaa.. sekkaranngg.. cowok pada jago akting... nggaaak.. ngggaaaaakk.. ngggaaaakkk kuuuaaattt”.... Weleh... Weleh.. Weleh... Lihat Lyfe Selengkapnya

JAKARTA "Macet lagi, macet lagi, gara-gara si Komo lewat," demikian penggalan lirik dalam lagu " Si Komo Lewat Jalan Tol". Lirik lagu tersebut mengundang nostalgia semua orang yang tumbuh pada era 1990 tentang popularitas boneka Si Komo milik pemerhati anak Seto Mulyadi atau Kak Seto.
JAKARTA, - Boneka Si Komo milik psikolog anak Seto Mulyadi adalah hiburan pada era 90an bagi anak-anak. Lagu yang berjudul “Si Komo lewat Jalan Tol” menjadi salah satu ciri khas Komo saat di puncak popularitasnya. Dalam lagu itu diceritakan bahwa penyebab kemacetan di jalan raya karena Si Komo heran, banyak orang saat itu yang menganggap bahwa Si Komo adalah lambang satire dari Presiden Soeharto saat itu, yang menyebabkan jalanan macet ketika hendak lewat. Baca juga Kak Seto Ceritakan Asal Mula Si Komo Disebut Biang Kemacetan Karena anggapan itu, Kak Seto sempat dipanggil oleh Paspampres.“Anggapan Itu pernah muncul, sampai saya pernah dipanggil Paspampres,” ujar Kak Seto saat dihubungi Kamis 13/1/2022. Saat itu, Kak Seto membantah anggapan tersebut. “Terus ditanya betul enggak?’ Saya bilang, lho boneka ini kan populernya di TPI. TPI kan televisinya Mbak Tutut. Enggak mungkin dong saya menyindir Pak Harto dengan Si Komo, jadi itu tidak benar,” tutur Kak Seto. Baca juga Usia Si Komo Sudah 46 Tahun, Kak Seto Sebut Hanya Satu-satunya di Dunia Menurut Kak Seto, tak ada hubungan antara boneka Si Komo dengan Pak Harto. “Karena mirip-mirip aja kata-katanya. Karena ketika Beliau Pak Harto lewat, namanya pejabat kan jalan macet, diberhentikan, tapi enggak ada hubungannya sama satire itu,” kata Kak Seto. . 268 451 43 169 29 52 63 359

lirik lagu si komo lewat